Obgyn
Korioamnionitis
September 19, 2024
Korioamnionitis adalah kondisi peradangan yang terjadi pada selaput ketuban (koria) dan amnion yang mengelilingi janin. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri yang naik dari vagina ke dalam rahim selama kehamilan atau persalinan. Korioamnionitis sering kali terjadi sebagai komplikasi dari ketuban pecah dini yang lama atau infeksi intrauterin.
Faktor Risiko
- Ketuban pecah dini yang berlangsung lama sebelum persalinan.
- Persalinan yang lama atau proses persalinan yang panjang.
- Tindakan medis yang melibatkan manipulasi atau invasi pada rahim, seperti amniotomi (pembukaan ketuban secara buatan) atau pemasangan alat intrauterin.
- Riwayat kehamilan yang kompleks, seperti kehamilan ganda atau bayi dengan presentasi bokong.
- Penyakit menular seksual, terutama klamidia atau gonore.
- Kondisi medis yang melemahkan sistem kekebalan tubuh, seperti diabetes mellitus tidak terkontrol.
- Riwayat sebelumnya mengalami korioamnionitis pada kehamilan sebelumnya.
- Penggunaan alat kontrasepsi intrauterin (IUD) atau prosedur invasif lainnya pada rahim
Apa saja gejala korioamnionitis?
- Demam, sering kali dengan suhu tubuh di atas 38 derajat Celsius.
- Nyeri atau sensitivitas pada perut atau daerah panggul.
- Kemerahan atau pembengkakan pada kulit perut.
- Nyeri saat buang air kecil.
- Keluar cairan dari vagina yang berbau tidak sedap.
- Detak jantung janin yang tidak teratur atau tanda-tanda stres janin lainnya.
Diagnosis
Dokter akan mengumpulkan informasi mengenai gejala yang dirasakan oleh ibu hamil, seperti demam, nyeri perut atau daerah panggul, keluar cairan dari vagina, dan riwayat ketuban pecah dini. Riwayat kehamilan dan riwayat medis lainnya juga dievaluasi untuk menilai faktor risiko yang mungkin ada. Selain itu, dilakukan pemeriksaan fisik untuk menilai tanda-tanda klinis seperti demam, nyeri tekan pada rahim, kemerahan atau pembengkakan pada kulit perut, serta penilaian umum terhadap kondisi ibu hamil. Pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan, yaitu:
- Pemeriksaan Laboratorium: Tes darah dilakukan untuk mengevaluasi tanda-tanda infeksi, seperti peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis), peningkatan kadar C-reactive protein (CRP), dan lainnya. Kadang-kadang dilakukan juga pemeriksaan urin untuk mengecek adanya infeksi.
- Pemeriksaan Kultur: Pemeriksaan kultur dari cairan amnion atau darah dapat dilakukan untuk mengidentifikasi agen penyebab infeksi dan menentukan kepekaan terhadap antibiotik tertentu.
- Pemeriksaan Ultrasonografi: Meskipun tidak selalu diperlukan, ultrasonografi bisa membantu dalam menilai kondisi rahim dan janin, serta menyingkirkan kemungkinan adanya komplikasi seperti abses rahim.
- Pemeriksaan Tambahan: Terkadang, jika diperlukan, dokter dapat melakukan pemeriksaan tambahan seperti biopsi endometrium atau laparoskopi untuk mengonfirmasi diagnosis dan mengevaluasi tingkat keparahan infeksi.
Penanganan
- Pemberian Antibiotik: Antibiotik diberikan secara intravena untuk mengatasi infeksi. Pilihan antibiotik yang umum digunakan termasuk ampisilin-sulbaktam, atau sefalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone atau ceftazidime. Antibiotik harus dipilih berdasarkan spektrum aktivitasnya terhadap bakteri yang umum menyebabkan korioamnionitis.
- Evaluasi dan Monitoring: Pasien perlu dipantau ketat untuk memantau respons terhadap antibiotik dan untuk mengidentifikasi kemungkinan komplikasi seperti sepsis atau kerusakan janin.
- Manajemen Simptomatik: Meliputi pengurangan demam dengan antipiretik yang aman bagi ibu hamil, seperti parasetamol. Perlu juga memantau tanda-tanda vital dan kondisi umum ibu hamil.
- Evaluasi Janin: Kondisi janin perlu dipantau dengan hati-hati, termasuk penilaian terhadap detak jantung janin dan tanda-tanda stres janin. Kadang-kadang, pemantauan elektronik janin kontinu (CTG) diperlukan.
- Kelahiran Dini (Jika Diperlukan): Dalam beberapa kasus, kelahiran dini mungkin diperlukan untuk mengurangi risiko komplikasi lebih lanjut bagi ibu dan janin.
- Manajemen Komplikasi: Jika terjadi komplikasi seperti sepsis atau abses, perawatan intensif dan intervensi bedah mungkin diperlukan.